Peraturan Menteri Keuangan No. 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan menimbulkan berbagai pertanyaan, khususnya terkait aspek penggantian biaya pengobatan.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Arnold Susanto seorang praktisi pajak memberikan pandangannya mengenai kebijakan dalam peraturan ini.
“Apakah reimbursement biaya pengobatan pegawai kepada perusahaan termasuk objek PPh atau tidak? Jawabannya adalah ya dan tidak. Ini tergantung pada kondisi reimbursement yang dimaksud,” ujar Arnold.
Memahami 2 Tipe Reimbursement Biaya Pengobatan
Arnold menyebutkan bahwa ada dua tipe reimbursement biaya pengobatan yang diberikan oleh perusahaan kepada pegawai:
1. Reimbursement Biaya Pengobatan Langsung
- Perusahaan menanggung biaya pengobatan pegawai.
- Pegawai membayar biaya pengobatan terlebih dahulu ke dokter/klinik/rumah sakit.
- Pegawai kemudian mengajukan kuitansi dan bukti pendukung kepada perusahaan.
- Perusahaan mengganti biaya pengobatan tersebut kepada pegawai dalam bentuk uang tunai (cash reimbursement).
- Penggantian ini dapat dibayarkan langsung kepada pegawai atau dimasukkan dalam slip gaji bulanan.
2.Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Kantor
- Perusahaan menyediakan fasilitas kesehatan di kantor dan membiayai tenaga dokter serta obat-obatan yang diperlukan.
- Pegawai mendapatkan layanan pengobatan secara gratis dari perusahaan.
- Perusahaan menentukan dokter/klinik/rumah sakit tempat pegawai berobat dan menerima tagihan langsung dari penyedia layanan kesehatan tersebut.
Ketentuan Objek Pajak Reimbursement dalam UU PPh
Arnold menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh, objek pajak adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik dari Indonesia maupun dari luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
“Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.”
Pasal 4 ayat (3) huruf d angka 5 UU PPh menyebutkan bahwa yang dikecualikan dari objek pajak adalah natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu. PMK-66 memperjelas bahwa salah satu natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh adalah fasilitas pelayanan kesehatan dan pengobatan dari pemberi kerja yang:
- diterima atau diperoleh pegawai; dan
- diberikan dalam rangka penanganan:
- kecelakaan kerja;
- penyakit akibat kerja;
- kedaruratan penyelamatan jiwa; atau
- perawatan dan pengobatan lanjutan sebagai akibat dari kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja.
Analisis Terhadap Ketentuan Pajak Reimbursement Biaya Pengobatan
Arnold menekankan bahwa dari ketentuan-ketentuan di atas dapat disimpulkan:
- Imbalan terkait pekerjaan yang dibayar pemberi kerja dapat berupa uang dan tidak berupa uang (natura dan/atau kenikmatan).
- Imbalan yang dibayar dalam bentuk uang maupun natura dan/atau kenikmatan adalah penghasilan sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UU PPh.
- Ada jenis imbalan natura dan/atau kenikmatan tertentu yang dikecualikan dari objek PPh.
Dalam konteks reimbursement biaya pengobatan, berikut penjelasannya:
1.Reimbursement dalam Bentuk Uang Tunai
Penggantian biaya pengobatan yang dibayarkan langsung dalam bentuk uang kepada pegawai adalah penghasilan dan dikenai pajak.
2.Reimbursement dalam Bentuk Kenikmatan
- Penggantian biaya pengobatan yang dibayarkan langsung kepada pihak ketiga (dokter/klinik/rumah sakit) oleh perusahaan dianggap sebagai kenikmatan bagi pegawai.
- Jika memenuhi kriteria dalam PMK-66, reimbursement ini dapat dikecualikan dari objek PPh.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa reimbursement yang dibayarkan dalam bentuk uang tunai kepada pegawai adalah penghasilan yang dikenai pajak, sedangkan reimbursement yang dibayarkan kepada pihak ketiga adalah kenikmatan yang bisa dikecualikan dari objek PPh jika sesuai dengan ketentuan PMK-66 Tahun 2023.