Mari Memahami Pajak Bangunan Rumah Tinggal

Pajak Bangunan

Pengenaan pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah aspek penting yang harus dipahami dengan baik saat menghitung PBB. Sudahkah Anda mengetahui tarif PBB terbaru yang diatur dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) tahun 2022? Dan bagaimana cara membayar Pajak Bumi Bangunan ini?

Baca Juga: Mengenal Lebih Dalam Tentang Pabean dan Kepabeanan di Indonesia

Apa Itu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)?

Pajak Bumi dan Bangunan, atau lebih dikenal dengan Pajak PBB, adalah jenis pajak yang dikenakan atas tanah dan bangunan yang dimiliki oleh individu atau badan hukum. PBB dikenakan sebagai kompensasi atas keuntungan ekonomi yang diperoleh dari kepemilikan tanah dan bangunan tersebut. Subjek yang wajib membayar PBB dapat berupa orang pribadi maupun badan hukum yang memiliki hak atas tanah atau mendapatkan manfaat ekonomi dari tanah dan bangunan tersebut. Bahkan, pemilik yang menyewakan bangunan juga dapat membebankan biaya PBB kepada penyewa.

Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Dasar hukum pengenaan PBB adalah UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Ini berarti bahwa PBB dikumpulkan oleh pemerintah daerah dan dikelola oleh setiap provinsi. Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) mencakup tanah dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh individu atau badan hukum, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Tanah mencakup permukaan bumi, termasuk tanah dan perairan pedalaman serta laut di wilayah kabupaten/kota. Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknis yang ditanam atau diletakkan secara permanen di tanah dan/atau laut.

A. Objek Pajak PBB

Objek Pajak Bumi dan Bangunan tidak hanya terbatas pada tanah yang memiliki bangunan. Beberapa objek yang juga dikenakan PBB mencakup:

  1. Jalan lingkungan dalam kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan fasilitas sejenis yang terintegrasi dengan bangunan.
  2. Jalan tol.
  3. Kolam renang.
  4. Pagar mewah.
  5. Tempat olahraga.
  6. Galangan kapal dan dermaga.
  7. Taman mewah.
  8. Tempat penampungan atau kilang minyak, air, dan gas, serta pipa minyak.
  9. Muara.

Baca Juga: Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) di Indonesia

B. Objek Bebas Pajak PBB

Objek pajak yang tidak dikenakan PBB meliputi:

  1. Properti yang digunakan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk kepentingan pemerintahan.
  2. Properti yang hanya digunakan untuk kepentingan umum, seperti kegiatan ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional.
  3. Properti yang digunakan sebagai kuburan, peninggalan purbakala, hutan wisata, atau objek sejenis.
  4. Hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, serta tanah negara yang belum memiliki hak atas.
  5. Properti yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
  6. Properti yang digunakan oleh badan atau lembaga internasional sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
See also  Menyelami Tax Shifting: Tampilan Kebijakan Pajak yang Sederhana Namun Berdampak Besar

Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan

Memahami dasar pengenaan PBB sangat penting dalam menghitung jumlah yang harus dibayarkan. Besarnya PBB didasarkan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dari tanah atau bangunan yang bersangkutan.

a. Apa itu NJOP?

NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang dilakukan secara wajar. Jika tidak ada transaksi jual beli yang dapat dijadikan acuan, NJOP akan ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek sejenis, atau senilai dengan perolehan baru, atau NJOP pengganti. Kementerian Keuangan menentukan NJOP, yang dapat berbeda-beda setiap daerah karena dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti lokasi, peruntukan, pemanfaatan, dan kondisi lingkungan sekitar.

Faktor-faktor yang memengaruhi NJOP bumi termasuk lokasi, peruntukan, pemanfaatan, dan kondisi lingkungan sekitarnya. Sementara itu, faktor-faktor yang memengaruhi NJOP bangunan mencakup bahan bangunan, lokasi bangunan, teknik konstruksi, dan kondisi lingkungan sekitar.

b. Apa itu NJOPTKP?

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah nilai batas di mana objek pajak tidak lagi dikenakan pajak. Untuk menghitung jumlah PBB yang harus dibayar, NJOPTKP dikurangkan dari NJOP. Besarnya NJOPTKP diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/PMK.03/2014, dan saat ini sebesar Rp12.000.000.

Tarif PBB

Dengan diberlakukannya UU HKPD pada awal 2022, tarif PBB mengalami peningkatan. UU HKPD mengatur berbagai ketentuan terkait desentralisasi fiskal dan asas otonomi pemerintah, termasuk penetapan kenaikan tarif PBB. Tarif PBB-P2, khusus untuk lahan produksi pangan dan ternak, ditetapkan lebih rendah dibandingkan dengan lahan lainnya. Tarif PBB-P2 akan ditentukan melalui Peraturan Daerah (Perda) di masing-masing daerah.

Baca Juga: Pengertian Pajak Daerah dan Jenis-Jenisnya

Cara Menghitung Pajak PBB

Rumus perhitungan PBB adalah sebagai berikut:

  1. PBB = Tarif (0,5%) x Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
  2. Rumus NJKP = 40% x (Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) – NJOPTKP).
  • 40% jika lebih dari Rp1.000.000.000.
  • 20% jika kurang dari nilai tersebut.
  • NJOPTKP = Rp12.000.000.

Dengan kata lain, nilai PBB dapat dihitung dengan rumus PBB = 0,5% x 40% x NJKP.

Search

Artikel Terbaru

Kategori Artikel