Pemotongan PPH Pasal 21: Panduan Lengkap dan Cara Menghitung

Pemotongan PPH Pasal 21

Pajak penghasilan (PPh) adalah salah satu pajak yang harus dibayar oleh setiap warga negara Indonesia yang memperoleh penghasilan dari berbagai sumber. Salah satu jenis PPh adalah PPh Pasal 21, yang merupakan pajak penghasilan yang dipotong oleh pengusaha atau pemberi kerja dari gaji atau upah yang diterima oleh karyawan atau pegawai. Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan secara berkala dan dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) setiap bulan. Namun, banyak orang yang masih bingung tentang cara menghitung dan melaporkan pemotongan PPh Pasal 21. Oleh karena itu, artikel ini akan membahas panduan lengkap tentang pemotongan PPh Pasal 21 dan cara menghitungnya.

Baca juga: Cara Lapor SPT 2023, Cek di Sini!

Apa itu PPh Pasal 21?

PPh Pasal 21 adalah pajak penghasilan yang harus dipotong oleh pengusaha atau pemberi kerja atas penghasilan yang diterima oleh karyawan atau pegawai. PPh Pasal 21 merupakan bagian dari sistem pemungutan pajak penghasilan yang dikenakan oleh Pemerintah Indonesia. PPh Pasal 21 juga dikenal sebagai pajak final karena setelah dipotong, pajak tersebut tidak perlu lagi dilaporkan atau dibayar oleh karyawan atau pegawai yang bersangkutan.

PPh Pasal 21 diberlakukan atas penghasilan yang diterima oleh karyawan atau pegawai dari pengusaha atau pemberi kerja. Penghasilan yang dimaksud meliputi gaji, tunjangan, bonus, dan imbalan lain yang diterima oleh karyawan atau pegawai sebagai imbalan atas pekerjaannya. Besarnya tarif PPh Pasal 21 ditentukan berdasarkan jumlah penghasilan karyawan atau pegawai dalam satu bulan.

PPh Pasal 21 harus dipotong setiap bulan dan dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) PPh Pasal 21. Jika terdapat kesalahan dalam pemotongan PPh Pasal 21, pengusaha atau pemberi kerja harus segera melakukan koreksi dan membayar selisih pajak yang kurang atau terlalu dibayar.

PPh Pasal 21 merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting karena kontribusinya dalam meningkatkan penerimaan pajak. Selain itu, PPh Pasal 21 juga membantu Pemerintah Indonesia dalam mengurangi kesenjangan antara yang kaya dan miskin serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemerataan pembangunan. Oleh karena itu, penting bagi pengusaha atau pemberi kerja untuk memahami dan melaksanakan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 dengan benar.

Siapa yang wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21?

Pemotongan PPh Pasal 21 merupakan kewajiban bagi pengusaha atau pemberi kerja yang membayar penghasilan kepada karyawan atau pegawai. Pengusaha atau pemberi kerja yang dimaksud meliputi perusahaan, badan usaha, instansi pemerintah, dan badan lainnya yang memiliki karyawan atau pegawai yang menerima penghasilan.

See also  Tak Perlu Ribet, Simak 3 Cara Bayar Pajak Motor

Dalam hal ini, pengusaha atau pemberi kerja diwajibkan untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21 setiap bulan terhadap penghasilan bruto yang diterima oleh karyawan atau pegawai. Penghasilan bruto yang dimaksud adalah penghasilan sebelum dikurangi dengan potongan-potongan tertentu seperti biaya jabatan, tunjangan kesehatan, dan tunjangan pensiun.

Pemotongan PPh Pasal 21 harus dilakukan oleh pengusaha atau pemberi kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada karyawan atau pegawai. Besarnya tarif PPh Pasal 21 ditentukan berdasarkan besarnya penghasilan bruto yang diterima oleh karyawan atau pegawai dalam satu bulan.

Pengusaha atau pemberi kerja juga wajib melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) PPh Pasal 21. SPT Masa PPh Pasal 21 harus disampaikan setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah periode pemotongan dilakukan.

Dalam hal ini, pengusaha atau pemberi kerja harus memahami dengan baik ketentuan mengenai pemotongan PPh Pasal 21 dan melaksanakan kewajiban tersebut dengan benar dan tepat waktu. Jika terdapat kesalahan dalam pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21, pengusaha atau pemberi kerja dapat dikenakan sanksi administratif dan denda yang tinggi dari Direktorat Jenderal Pajak.

Berapa besar tarif PPh Pasal 21?

Tarif PPh Pasal 21 ditentukan berdasarkan besarnya penghasilan bruto yang diterima oleh karyawan atau pegawai dalam satu bulan. Tarif PPh Pasal 21 tersebut telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang Dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang berlaku saat ini.

Berikut adalah tarif PPh Pasal 21 yang berlaku saat ini:

  1. Penghasilan bruto hingga Rp 50 juta per tahun, tarif PPh Pasal 21 sebesar 5%.
  2. Penghasilan bruto di atas Rp 50 juta hingga Rp 250 juta per tahun, tarif PPh Pasal 21 sebesar 15%.
  3. Penghasilan bruto di atas Rp 250 juta per tahun, tarif PPh Pasal 21 sebesar 25%.

Dalam hal ini, penghasilan bruto yang dimaksud adalah penghasilan sebelum dikurangi dengan potongan-potongan tertentu seperti biaya jabatan, tunjangan kesehatan, dan tunjangan pensiun.

Tarif PPh Pasal 21 yang berlaku saat ini merupakan tarif yang lebih rendah dibandingkan dengan tarif yang berlaku sebelumnya. Hal ini dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sebagai upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

See also  Perbedaan Pajak Negara Dan Pajak Daerah

Baca juga: Ketentuan Pembayaran Pajak Air Tanah

Penting bagi pengusaha atau pemberi kerja untuk memahami besarnya tarif PPh Pasal 21 yang berlaku saat ini dan melaksanakan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 dengan benar dan tepat waktu. Dalam hal ini, pengusaha atau pemberi kerja juga harus memastikan bahwa karyawan atau pegawai telah memperoleh haknya dalam penghitungan penghasilan dan pemotongan PPh Pasal 21.

Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 21?

Cara menghitung PPh Pasal 21 sangat mudah. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

  1. Hitunglah penghasilan bruto karyawan atau pegawai, yaitu jumlah gaji atau upah yang diterima sebelum dipotong PPh Pasal 21.
  2. Kurangkan penghasilan bruto dengan biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto atau maksimal Rp 500.000,-.
  3. Kurangkan penghasilan bruto dengan biaya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang berlaku pada tahun berjalan.
  4. Hitunglah PPh Pasal 21 dengan mengalikan tarif pajak yang berlaku pada penghasilan karyawan atau pegawai dengan penghasilan neto setelah dikurangi biaya jabatan dan PTKP.

Kapan pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan?

Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan pada saat pembayaran penghasilan kepada karyawan atau pegawai oleh pengusaha atau pemberi kerja. Pemotongan PPh Pasal 21 harus dilakukan setiap bulan dan dibayarkan ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan yang bersangkutan.

Sebagai contoh, pemotongan PPh Pasal 21 untuk penghasilan bulan Januari harus dilakukan pada saat pembayaran gaji bulan Januari dan harus dibayarkan ke kas negara paling lambat tanggal 10 Februari. Demikian juga, pemotongan PPh Pasal 21 untuk penghasilan bulan Februari harus dilakukan pada saat pembayaran gaji bulan Februari dan harus dibayarkan ke kas negara paling lambat tanggal 10 Maret, dan seterusnya.

Pengusaha atau pemberi kerja juga wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21 setiap bulan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan yang bersangkutan. Dalam SPT Masa PPh Pasal 21 tersebut, pengusaha atau pemberi kerja harus melaporkan jumlah penghasilan bruto, jumlah pemotongan PPh Pasal 21, dan jumlah yang harus dibayarkan ke kas negara.

Apabila pengusaha atau pemberi kerja tidak melaksanakan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 atau melaksanakannya dengan tidak benar, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan denda sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu, sangat penting bagi pengusaha atau pemberi kerja untuk memahami dan melaksanakan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 dengan benar dan tepat waktu.

See also  Kamu Wajib Tahu! Ini 5 Jenis Perpajakan di Indonesia

Apa yang harus dilakukan jika terdapat kesalahan dalam pemotongan PPh Pasal 21?

Jika terdapat kesalahan dalam pemotongan PPh Pasal 21, pengusaha atau pemberi kerja wajib segera melakukan koreksi dan membayar selisih pajak yang kurang atau terlalu dibayar. DJP juga menyediakan layanan konsultasi dan bantuan teknis untuk membantu pengusaha atau pemberi kerja dalam melakukan pemotongan PPh Pasal 21.

Apa sanksi yang dikenakan jika tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 21?

Jika tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 21, pengusaha atau pemberi kerja akan dikenakan sanksi administratif berupa denda dan bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang tidak dipotong. Selain itu, pengusaha atau pemberi kerja juga dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca juga: Ini Dia Perbedaan PPN dan Pajak Restoran

Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan setiap bulan dan dilaporkan kepada DJP melalui SPT Masa PPh Pasal 21. Tarif PPh Pasal 21 tergantung pada besarnya penghasilan karyawan atau pegawai. Cara menghitung PPh Pasal 21 sangat mudah dan dapat dilakukan dengan langkah-langkah yang telah dijelaskan di atas. Jika terdapat kesalahan dalam pemotongan PPh Pasal 21, pengusaha atau pemberi kerja wajib melakukan koreksi dan membayar selisih pajak yang kurang atau terlalu dibayar. Jadi, sebagai pengusaha atau pemberi kerja, pastikan Anda sudah memahami dan melaksanakan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 dengan benar agar terhindar dari sanksi administratif dan pidana yang berlaku.

Search

Artikel Terbaru

Kategori Artikel