Pajak merupakan salah satu kewajiban yang dilakukan oleh masyarakat kepada negara sebagai bentuk kontribusi masyarakat dalam membela serta membangun tanah air dan negara. Memang pajak memiliki sifat memaksa (law enforcement), tetapi tetap mengacu pada aturan yang berlaku terhadap pemungutan, penarikan dan pengenaan pajak oleh negara atau pemerintah. Dengan begitu, tidak dapat dilakukan secara semena-mena. Hal ini sesuai dengan pasal 23A UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa segala pajak untuk keperluan negara harus mengacu dan berlandaskan Undang-Undang.
Sebut saja, pajak daerah dari sektor jasa dan pariwisata semakin kesini potensinya terlihat semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Pajak yang dimaksud adalah pajak hotel yang dirasa mampu membawa dampak terhadap meningkatnya pendapatan bagi daerah dan alhasil menunjang perkembangan pariwisata. Ini terbukti dari 10 tahun terakhir, sektor perhotelan menjadi bisnis dengan perkembangan yang begitu pesat. Tren staycation di masyarakat membuat hotel bukan hanya sekedar untuk menginap bermalaman, tetapi bisa hingga mingguan dan tidak jarang kita temukan banyak yang menginap bulanan.
Dengan kondisi itu, tidak salah jika pengusaha hotel berlomba-lomba meningkatkan fasilitas seapik mungkin hingga kualitas layanan hotel yang berstandarisasi tinggi. Seperti yang sering dijumpai, ketika Anda ke hotel, fasilitas yang tersedia bukan hanya kamar yang nyaman, tetapi juga dilengkapi dengan restoran, gym, kolam renang hingga spa. Tapi, apakah fasilitas ini dikenakan pajak secara terpisah? Apakah artinya pemilik hotel harus membayar pajak? Pajak apa saja yang harus dibayar? Yuk, simak penjelasannya berikut ini.
Apa itu Pajak Hotel?
Mengacu pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 20 dan 21, pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Arti pelayanan disini termasuk jasa penunjang atas kelengkapan yang diberikan hotel dan sifatnya mengutamakan kemudahan beserta dengan kenyamanan. Fasilitas ini termasuk internet, laundry, fotokopi, transportasi dan fasilitas sejenisnya yang disediakan hotel.
Dari Mana Saja Sumber Penghasilan Hotel?
Sebelum mengulas lebih dalam terkait pajak hotel ini, kita terlebih dahulu mengetahui sumber penghasilan dari hotel. Sumber nya ternyata terbagi menjadi dua, yaitu penghasilan utama dan penghasilan tambahan.
Penghasilan utama ini didapatkan dari jasa hotel ketika menyewakan kamar, penyewaan ruangan untuk penyelenggaraan acara perusahaan atau pertemuan seperti rapat atau seminar. Adapun juga termasuk dari penyediaan makanan dan minuman. Sementara, penghasilan lainnya bisa dipungut dari pendapatan yang didapat dari hasil sewa bagian tempat hotel, misal saja untuk dijadikan jasa salon, spa, laundry, lapangan tenis, dan masih banyak lagi. Hasil ini nantinya akan dijadikan objek pajak yang berbeda-beda yaitu sebagai pajak daerah, pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai.
Apa sajakah pajak yang harus dibayar hotel?
Sebagai pemilik hotel, ada tiga pajak yang wajib Anda bayarkan. Pajak itu antara lain, yaitu:
1. Pajak Daerah
Bisnis hotel masuk dalam objek pajak daerah kabupaten atau kota yang akan dikenakan sebesar 10% dari jumlah yang telah dibayarkan ke hotel. Pendapatan hotel yang dikenakan pajak ini bersumber dari penyewaan kamar, fasilitas penyedia makanan dan minuman, layanan spa untuk tamu, penyewaan ruangan untuk berbagai keperluan.
2. PPh Pasal 4 ayat 2
Pemilik hotel yang menyediakan jasa sewa ruangan maupun bangunannya bagi vendor yang ingin membuka usaha, maka akan dikenakan PPh pasal 4 ayat 2 tentang sewa tanah dan/atau bangunan. Besaran pajak yang dibayarkan adalah sebesar 10% dari total bruto nilai sewa tempat atau tanah tersebut.
3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Berdasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan No. 70/PMK.03/2022, ada beberapa penghasilan yang berkaitan dengan jasa perhotelan yang akan dijadikan sebagai objek PPN. Penghasilan itu antara lain penyewaan ruangan untuk ATM, kantor, karaoke, apotek, klinik dan lainnya termasuk jika hotel menyediakan jasa biro wisata, maka juga akan dikenakan PPN. Jasa ini akan dikenakan PPN sebesar 10% dari dasar pengenaan pajak.
Belum selesai ya, Sobat BimaPajak. Pemilik hotel juga dalam kegiatan operasionalnya ada pajak yang harus dipungut. Pemungutan ini akan sesuai dengan PPh Pasal 21/26, 22, 23/26 dan PPh badan dengan rinciannya berikut ini:
1. PPh Pasal 21
PPh pasal 21 ini menjadi pajak yang dipotong atas penghasilan karyawan, mulai dari gaji, honor hingga pesangon. Tarif ini akan mengikuti tarif pada Pasal 17 UU PPh dengan catatan, tarif khusus tetap akan diberlakukan untuk jenis penghasilan tertentu, misalnya pesangon.
2. PPh Pasal 22
PPh ini berlaku bagi hotel yang dimiliki oleh BUMN. Jadi, untuk hotel dibawah naungan BUMN akan dikenakan pajak atas pembayaran dari pembelian keperluan untuk memenuhi operasional hotel tersebut sebesar 1.5% dari harga jual di luar PPN.
3. PPh Pasal 23
PPh ini berlaku dan wajib dipotong ketika ada aktivitas penyerahan jasa yang dilakukan oleh badan. Adapun, pembayaran bunga pinjaman, hadiah dan penghargaan juga turut serta dikenakan PPh Pasal 23.
4. PPh Pasal 26
PPh ini dikenakan sebesar 20% apabila ada aktivitas pembayaran ke pihak lain yaitu subjek pajak luar negeri. Pajak ini bisa dibayarkan dalam bentuk dividen, bunga, sewa, maupun pendapatan lainnya selama berhubungan dengan pemanfaatan aset serta insentif pekerjaan, penghargaan dan pensiun. Namun, perlu dicatat bahwa pengenaan PPh Pasal 26 juga perlu memperhatikan ketentuan pada tax treaty.
5. PPh Badan
Sebagai badan usaha, hotel menyandang status sebagai subjek pajak dalam negeri. Jadi, kewajiban pajak yang harus dipenuhi adalah PPh Badan dengan pengenaan sebesar 22% dari Penghasilan Kena Pajak.
Itulah aspek pajak yang dikenakan atas bisnis hotel. Sangat beragam bukan? Nah, tapi poin penting yang perlu diingat adalah hotel termasuk dalam pajak daerah. Jadi, beberapa sumber penghasilannya perlu diserahkan ke daerah tempat hotel Anda berlokasi. Ada juga hal lainnya yang masuk dalam kategori objek pajak pusat sehingga wajib disetor dan dilaporkan kepada negara ya.
Reference: